Kamis, Mei 19, 2011

Hanya ada satu arah



Hari berganti minggu, minggu berganti bulan dan bulan berganti tahun, sungguh aneh apabila kita tidak tahu apa yang kita cari dan kita ingini. Pencapaian yang nampak membanggakan adalah jebakan yang tidak berkesudahan, keinginan yang lebih dan lebih lagi.

Jika mampu, kita ingin mereguk yang lebih melimpah, mewah , indah dan sejuta keinginan yang lain.Dan bukankah memang dalam keadaan begitu para penghamba materialisme ? Hidup hanya diseputaran pemenuhan kebutuhan perut.

Kemudian kita melupakan hal yang paling mendasar yang dipunyai manusia, mengenal dan mencintai Tuhannya. Pondasi besar dan utama tentang keberadaan kita di dunia ini adalah semata untuk bisa beribadah dan mencintai-Nya, diatas kecintaan kita kepada mahluk-Nya. Dimana apabila kita bisa berbakti dan mengabdi secara tulus iklas, maka segala sesuatunya akan terasa begitu nikmat dan indah.

Namun pada kenyataannya, kesibukan kita bukan merupakan hal untuk menjabarkan akan makna kehidupan yang hakiki, berupa pengejawantahan dari nilai – nilai KeTuhanan, sehingga kita lupa akan tujuan hidup, tak jelas mau dibawa kemana hidup dan sesudah kehidupan ini.
Yang pada akhirnya, melupakan kita pada arti taat, bakti, patuh dan cinta kita kepada Tuhan.

Waktu yang diberikan, kita habiskan untuk berangan dan merancang, kita gunakan cita-cita untuk menguasai dunia, seolah dunia akan berumur tanpa batas. Kita takut kehilangan, takut akan berbagi, sehingga kita menjadi rakus dan buas.

Sungguh apabila kita terjebak dalam jebakan dunia, maka suatu saat nanti kita akan sadar bahwa kehidupan ini hanyalah suatu jalan untuk mendapatkan kebahagiaan yang lebih hakiki, bukan sekedar kebahagiaan yang nisbi, yang hanya seputaran perut dan dibawah perut.

Perlombaan yang paling hakiki adalah perlombaan dalam ketaatan, kompentensi dalam kebaikan untuk semua manusia, menjadi rahmat bagi alam, bukan hanya untuk sesama manusia, namun untuk semua alam.

Semua itu hanya akan mengarah kepada sesuatu yang pasti, kepada Tuhan semua manusia akan kembali. Tapi, kenapa kita tetap tidak menyadari ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kamu Elang, bukan ayam

*Kamu Elang, bukan ayam* Dahulu kala, entah gimana cerita awalnya, ada sebutir telor elang yg di erami oleh induk ayam. setelah meneta...